OPINI - Tahun 2023 Masehi mau lewat, tahun 1446 Hijriyah belum juga datang.
Rasanya aku terhimpit diantara dua tahun yang saling berkejaran menggenapkan usia renta.
Baca juga:
Punya Tetangga Berisik, Awas Jadi Konflik
|
Sambil menikmati kopi pahit dan talas rebus, syukur dipanjatkan setinggi langit biru yang menyaksikan keterpanaan sebagai penakar bimbang.
Petuah ustad di kampung yang ugahari, sungguh tak nikmat bertamasya sendiri. Maka itu kami sekeluarga memboyong tikar pelastik sebagai pengganti tikar pandan, menuju kebun menunggu tahun 2023 lewat.
Tak ada lambaian tangan menandai kangen. Jadi mengheningkan kami mematut diri. Sebab terlalu banyak pekerjaan yang belum rampung.
Atas dasar itulah do'a panjang umur dikirim ke langit. Supaya Tuhan meyakini betapa banyak kelalaian yang perlu ditebus.
Tak lagi ada tradisi membakar ikan seperti dipenghujung tahun sebelumnya. Sebab harga beras dan gula telah membuat masalah dan ulah sendiri.
Tak hanya rekening listrik yang mengancam padam, rekening air pun seperti tak perduli pada musim penghujan yang merendam halam rumah.
Poster dan baliho serta spanduk di musim kampanye, seperti tak hirau dengan apa yang sesungguhnya sedang menghimpit rakyat. Meski segenap do'a telah dikirimkan, toh balasannya belum datang juga.
Realitas kesabaran masih perlu panjang diulur sampai ke ujung kampung. Meski tak pernah jelas dimana batasnya. Seperti janji para kandidat yang manis di musim kampanye, meski realisasinya urusan belakang.
Baca juga:
Surya Paloh: Anies, Kau Jangan Menyerah
|
Lalu perempuan kecil cantikku membuka acara dengan basa-basi alakadarnya dengan mendeklarasikan puisi lama : tentang Janji dan harapan besar/ menggantung wanita itu/ sampai kuyu layu terkulai/ tak kunjung berbuah.
Lalu kami sekeluarga pun bertepuk sorak, riuh dalam kegembiraan untuk sekedar melupakan kesulitan dan kepenatan rutin yang selalu menghimpit setiap hari.
Kemenakan lelakiku pun menimpali acara seremoni ini dengan melantunkan do'a untuk melepas lengser keprabon tahun 2023 agar bisa untuk terus hernti tahun 2024 yang lebih mencerahkan. Yang pasti acara seru dan semarak menyergap kesiapan diri memasuki tahun 2024 yang semakin penuh tantang. Begitulah kami sekeluarga berpesta pora, sambil melahap singkong bakar dengan sambel plecak Jawa Timuran yang khas.dan lauk pepes belut yang dibawa dari rumah.
Ternyata, sungguh dalam suasana dan suhu politik yang pengab di Jakarta, bisa sejenak bersuka ria dengan penuh rasa yang menyenangkan. Dan ternyata, yang penting rupanya, bagaimana menikmati apa saja yang ada. Dan catatan liar dipenghujung tahun 2023 ini, sehingga bisa juga dipahami sebagai cermin nyata dari kekacauan pikiran dalam melihat realitas yang terjadi dalam peri kehidupan kita sehari-hari. Persis seperti kesemrawutan baliho dan spanduk kampanye yang terpasang di segenap sudut kampung menjelang Pemilu 2024. Semua terkesan bersaing ketat dalam kegaduhan di dalam masyarakat.
Pantai Dadap, 31 Desember 2023
Baca juga:
Alex Wibisono: Demokrasi Kentut
|
Jacob Ereste
Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa